Allah menganugarahkan kepada kita sebuah ruang di antara stimulus dan respon, sayangnya tidak semua orang menyadari keberadaan ruang tersebut. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka memiliki ruang di antara stimulus dan respon, sehingga bagi mereka stimulus langsung dijawab dengan respon.
Apa yang kita lakukan ketika
melihat barang- barang yang didiskon? Banyak orang yang langsung membeli suatu
barang karena harganya tanpa berfikir panjang mengenai kebutuhannya. Ada sms
mengatakan kita telah memenangi hadiah mobil jazz dan harus menyetorkan uang
terlebih dahulu kea tm, kita spontan melakukannya.
Begitu mobil kita disalip orang di
jalan, kita spontan panas dan membalas orang itu. Ketika dimaki oleh
orang kita langsung balas memaki. Hal ini sering kita lakukan dan berakhir
dengan penyesalan yang tak berkesudahan.
Dengan adanya kesadaran akan bahwa
kita memliki ruang di antara stimulus dan respon, kemudian kita memanfaatkan
ruang tersebut untuk berfikir, maka kita akan memberikan control ditangan kita
bukan ditangan orang lain karena kitalah yang sepenuhnya bertanggung jawab
terhadap diri kita sendiri.
Misalnya begini, suatu ketika kita
sedang mengendaraim mobil, tiba- tiaba ada orang yang menyalip mobil kita dan
itu membuat kita kaget yah masih ujtung lah kita tidak mengalami kecelakaan.
Sekarang mari kita memanfaatkan
ruang yang ada diantara respon dan stimulus yang kiata miliki yang diciptakan
oleh orang tersebut.
Coba kita berhenti dahulu, kemudian
amati diri kita, lihat kita yang sedang berada didalam mobil. “oh… saya
saya melihat diri saya sendiri yang sedang marah. Saya benar- benar kaget.
Hampir saja saya celaka.”
Nah, itulah yang sekarang kita
rasakan, kemudian tanyakan pada diri kita. “apa yang bisa saya lakukan pada
situasi ini?”
Jawabannya bisa banyak, misalnya
saja membiarkan orang itu berlalu, berfikir bahwa orang tersebut mungkin sedang
mengalami situasi yang darurat, membunyikan klakson keras- keras, atau
mengejarnya dan balas menyalipnya.
Lalu dari berbagai pilihan
tersebut, cari tindakan yang paling baik sesuai dengan nilai- nilai yang kita
yakini. Setalah itu lakukan apa yang ingin kita lakukan. Melalui proses ini,
apaun yang anda lakukan pastilah sesuatu yang baik.
Orang yang proaktif hanya perlu
satu pertanyaan yakni “WHAT” (apa). “Apa yang dapat saya lakukan dalam situasi
ini?”. Ajukan pertanyaan tersebut sesering mungkin dan dalam situasi apapun,
karena dengan demikian anda perlahan- lahan telah bergerak maju mencari solusi
dari permasalahan yang dihadapi.
Sedangkan orang yang reaktif sering kali mengajukan pertanyaan
berawalan “WHY” (mengapa). “mengapa hal ini terjadi?”
“mengapa kita kelaparan?”
“megapa pacar kita slingkuh?”
Jika anda senantiasa mengajukan
pertanyaan yang berawalan “WHAT”, maka itu artinay anda telah membiasakan otak
anda untuk bekerja dan mencari solusi, dan juga membiasakan diri untuk berfikir
realistis dan tidak neko- neko. Sebaliknya jika kita selalu menfajukan
pertanyaan yang berawalan “WHY”, maka anda akan semakin tidak berdaya dan
akhirnya frustasi
“WHAT” adalah adalah kunci tentang
apa yang bisa kita lakukan ketiak kita mendapatkan masalah agar kita tetap bisa
menikmati hari- hari yang membahagiakan.
Pertanyaan “WHAT” berorientasi
kepada solusi dan akan memacu otak untuk mencari jalan keluar. Sedangkan
pertanyaan “WHY” akan berorientasi kepada menyalahkan orang lain maupun diri
sendiri.
Namun ini membutuhkan proses.
Karena pada saat marah orang sering dikuasai oleh stimulus sehingga melupakan
kenyataan bahwa mereka memiliki kebebasan untuk memilih respon. Karena hal
inilha banyak orang yang berselisih, karena tersenggol terjadi tawuran antar
sekolah, karena salah faham orang bisa saling membunuh, kurangnya komunikasi
seorang pasangan berselingkuh.
Mengendalikan respon ketiak kita
sedang marah adalah langkah awal dan terpenting dalam kehidupan kita.
“gagasan sederhana tentang adanya
ruang antara stimulus dan respon ini perlu disebarluaskan untuk menciptakan
kehidupan yang jauh lebih baik lagi.”
@YOU ARE THE LEADER…!!!
No comments:
Post a Comment